Minggu, 08 Juli 2012

perekonomian indonesia


Seoul, Korsel: Hubungan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan semakin menguat dan sistematis sejak diluncurkannya kerja sama strategis antara kedua negara pada Desember 2006. Bahkan kerja sama ini terus berkembang hingga berbagai bidang, antara lain politik dan keamanan, perdagangan dan investasi, sosial budaya, wisata dan bisnis. Kerja sama perdagangan antarkedua negara juga meningkat cukup pesat. Investor Korsel merupakan salah satu dari lima investor terbesar di Indonesia.

"Perdagangan antara Indonesia dan Korea telah meningkat dari 10,8 miliar dolar Amerika pada tahun 2007 hingga mencapai sekitar 20 miliar dolar Amerika pada tahun 2011," kata Presiden Susilo Bambang Yudhyono dalam sambutannya pada Bisnis Forum Indonesia-Korea Selatan di Ruang Diamond, Hotel Renaissance, Seoul, Rabu (28/3) pagi.

Investasi yang dilakukan pemerintah Korea ini, lanjut Presiden, mendatangkan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti misalnya keterlibatan Korea dalam proyek di PT Krakatau Steel. Proyek ini merupakan kerja sama antara PT Krakatau Steel dan Posco (Pohang Steel and Iron Corporation) di Cilegon, Banten, Jawa Barat.

"Proyek ini penting untuk terus meningkatkan permintaan akan baja baik dalam skala nasional Indonesia ataupun internasional. Penggunaan industri baja mencapai 1.400 juta ton selama tahun 2011 dan diharapkan terus meningkat pada tahun 2012," terang Presiden SBY.

Selain itu, Korsel juga terlibat dalam beberapa industri lainnya, seperti industri manufaktur, perkeretaapian, dan juga petrokimia. Bahkan juga berinvestasi di proyek program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Ini merupakan gambaran bahwa kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara semakin membaik.

"Saya senang banyak investor Korea yang terlibat dalam proyek yang sangat penting bagi Indonesia, sebuah proyek untuk memperluas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikenal dengan nama MP3EI," SBY menjelaskan.

Untuk semakin menerapkan kerja sama kedua negara, Indonesia dan Korea juga telah membentuk sebuah Komite Ekonomi Indonesia-Korea. Komite ini telah menyepakati untuk terus meningkatkan dan mendiskusikan kerja sama ekonomi secara menyeluruh. "Kita yakin bahwa perjanjian ini akan meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua negara, dan dapat mencapai target 50 triliun dolar Amerika pada 2015 dan 100 triliun dolar Amerika pada 2020," Kepala Negara menekankan.

Oleh karena itu, SBY meminta kepada Kamar Dagang Korea dan Indonesia (Kadin) untuk terus mencari peluang baru dalam perluasan kerja sama kedua negara.

Pada kesempatan ini, Presiden kembali mengundang para investor Korea untuk terus menanamkan modal di Indonesia. Presiden berjanji akan memfasilitasi dan menyediakan iklim yang bersahabat, terutama yang terkait dengan masalah birokrasi, yang sepertinya selalu menjadi hambatan dan tantangan dari para investor.

"Kami akan mempermudah sistem birokrasi kami, kami juga akan meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah, serta memberantas korupsi," Presiden menambahkan.

Pemerintah Indonesia, lanjut Kepala Negara, juga akan terus bertindak sebagai fasilitator untuk mencari solusi dari setiap tantangan yang dihadapi para investor di Indonesia. Presiden pun meminta para pebisnis Indonesia belajar dari koleganya dari Korea mengenai etika kerja dan inovasi, serta kesetiaan mereka untuk terus mendukung Indonesia termasuk ketika Indonesia tengah dilanda krisis ekonomi tahun 1997.

"Korea terus setia mendukung dan bersama dengan Indonesia sejak krisis 1997. Mereka berada di sisi kita saat kita menghadapi masa-masa sulit, dan tidak mencampakkan kita," Presiden menegaskan. "Korea merupakan teman Indonesia di kala senang ataupun susah," tambahnya.
“Ekonomi hijau yang dimaksud di sini adalah pembangunan untuk mencapai tiga sasaran besar, yaitu ekonomi terus tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta mengutamakan keadilan sosial," kata Presiden SBY.

Prinsip ekonomi hijau, lanjut Presiden, harus diterapkan sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan kebutuhan bangsa dan rakyat Indonesia.

"Prinsip ekonomi hijau, insya Allah, juga kita gulirkan pada proses penetapan berbagai bentuk kebijakan, perencanaan, dan program di berbagai sektor pembangunan ekonomi,” ujar Presiden SBY. “Sebagai wujud dari upaya itu, kita telah berinisiatif untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, pengelolaan hutan, laut, dan pesisir secara lestari. Kita lanjutkan pengembangan energi bersih dan energi terbarukan yang ramah lingkungan," SBY menambahkan.

Menurut Presiden, semua itu menjadi sangat penting untuk dilakukan secara berkelanjutan karena beberapa alasan mendasar. Salah satunya adalah kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 104.000 km. "Saat ini fenomena perubahan iklim sudah menjadi ancamanan serius bagi ketahanan pangan dan keselamatan banyak warga dunia," Presiden menjelaskan.

Saat ini konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer telah mencapai 400 ppm (parts per million) di Kutub Utara. Peningkatan konsentrasi tersebut akan meningkatkan suhu rata-rata permukaan bumi sebesar 3 derajat Celsius.

Padahal, kenaikan suhu permukaan bumi sebesar 1,9 derajat Celsius telah menyebabkan berbagai bencana iklim, termasuk naiknya permukaan air laut yang telah menenggelamkan 24 pulau kecil selama periode 2005-2007.

"Dengan berbagai kejadian tersebut di atas, terbukti model pembangunan yang selama ini kita anut perlu diperbaiki agar lebih kuat, lebih mampu bertahan terhadap gejolak pasar dunia, tetapi tetap bersahabat dengan lingkungan," Presiden menegaskan. (arc)


Sumber: www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2012/06/05/7982.html