Kamis, 07 Mei 2015

TUGAS 2 Branchless Banking Global vs Regional


Branchless Banking

Branchless banking adalah jaringan distribusi yang digunakan untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang bank melalui teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien, dan dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Branchless banking menjadi sebuah solusi yang sangat bermanfaat untuk masyarakat agar yang tinggal di daerah pelosok, atau dipedalaman dengan kondisi geografis. Di Indonesia, banyak daerah yang sulit diakses dengan kendaraan. Tak sedikit masyarakat yang harus menempuh perjalanan selama beberapa jam atau berhari-hari, untuk mendatangi kantor cabang sebuah bank. Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank. Munculnya branchless banking memungkinkan jasa pelayanan bank dilakukan oleh semacam agen, walau masih terbatas pada penghimpunan dana dan sistem pembayaran.

Dalam pelayanan bank tanpa cabang atau Branchless banking menurut Ketua Supervisi Bank Indonesia Umar Juoro menguraikan 68% penduduk Indonesia sebenarnya suka menabung. Namun, hanya 50% dari jumlah itu yang menyimpan dananya di institusi formal dan 18% di institusi tak formal. Dari jumlah itu, 47% menggunakan bank dan 3% menyimpan di lembaga keuangan lain. Dari yang menyimpan di bank, hanya 41% yang menggunakan rekening sendiri. Umar mengutip data World Bank menambahkan di sisi pinjaman baru 60% warga yang meminjam. Namun, 43% meminjam di lembaga informal dan hanya 17% meminjam di bank.

Teknologi untuk branchless banking mudah sekali dan bisa digunakan oleh orang awam. Peluang pasarnya begitu sangat besar, karena layanan perbankan seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat yang berada di pelosok. Secara teknis, Branchless Banking dengan menggunakan Teknologi mobile dan keberadaan agen Branchless banking merupakan kombinasi antara agent banking dan mobile banking. Agent banking adalah kegiatan usaha non-bank, termasuk agen keliling, atau warung dan toko yang membantu bank memberikan layanan perbankan. Sedangkan mobile banking adalah akses layanan perbankan melalui telepon seluler (ponsel).

Masyarakat yang menggunakan branchless banking dapat memanfaatkan teknologi perangkat mobile, dimulai dari ponsel fitur. Komponen penting lainnya adalah seorang agen. Jika ia seorang agen keliling, ia diharuskan pro aktif melakukan “jemput bola” ke rumah masyarakat untuk membantu membuka rekening, transfer dana, setor ataupun tarik tabungan. Agen kemudian menyetor uang ke master agen, atau langsung ke kantor cabang bank yang lokasi berada jauh dari pemukiman warga. Namun, di sisi lain, agen juga termasuk salah satu risiko besar dalam branchless banking karena mereka harus membangun kepercayaan kepada nasabah. Dalam branchless banking terdapat suatu tingkat persaingan yang sangat tinggi di tanah air, maka bank komersial, terutama yang melayani segmen ritel, belakangan mulai terdorong untuk melakukan inovasi, baik secara kanal layanan (misalnya melalui ekspansi jaringan ATM/EDC/Internet Banking/Mobile Banking), produk (emoney/cash card) maupun layanan nasabah (inovasi dari cabang). Namun satu yang patut dicatat adalah bentuk inovasi yang terjadi masih merupakan inovasi berbasis kapabilitas yang dimiliki (sustaining innovation), dan masih sangat jarang diamati adanya inovasi radikal model bisnis.

Tujuan branchless banking adalah mendorong transaksi keuangan yang lebih aman, dan mencegah money laundering. "Target akhirnya adalah perluasan akses dalam layanan keuangan”. Mengimplementasikan layanan branchless banking adalah masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan formal. Indonesia, bila dibanding negara sekawasan, memiliki persentase akses layanan jasa keuangan yang rendah.

Kerugian pada penerapan branchless banking, keamanan dalam mengakses akun bank nasabah, yang bilamana melalui komputer atau smartphone sudah mungkin tidak aman; selalu ada potensi virus atau spyware yang hadir pada komputer dan mengunjungi bank fisik menjadi mesti dalam beberapa tindakan perbankan, seperti untuk membuka rekening, atau untuk menempatkan sesuatu dalam brankas. Jika bank tidak memiliki lokasi terdekat karena difokuskan pada branchless banking, ada kemungkinan para nasabah  malah beralih ke bank yang berbeda

Layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan di negara-negara berkembang hanya dapat menjangkau sebagian kecil warga negara sehingga berbagai otoritas keuangan menggalakkan program inklusi finansial. Masyarakat bawah enggan berhubungan dengan bank misalnya karena mereka sudah membayangkan mahalnya berurusan dengan bank. Sementara bank juga menilai melayani masyarakat bawah membutuhkan biaya yang lebih besar. Namun lembaga keuangan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sehingga upaya menjangkau masyarakat bawah tetap harus dilakukan. Bahkan lembaga Konsultan Economic Develoment Service (EDS) menilai lembaga keuangan berperan dalam upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia.

Inisiatif yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan sudah sesuai dengan upaya mengurangi kemiskinan. Inisiatif itu antara lain program pendidikan keuangan (Ayo ke Bank), promosi produk tabungan dengan biaya rendah (Tabunganku), peningkatan kapasitas bank pembiayaan/perkreditan rakyat, program kemitraan, penyusunan database UKM, proyek percontohan dan panduan pelaksanaan "branchless banking" (bank tanpa kantor cabang". Berdasarkan data Kemensos pada Februari 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah berkurang 540 ribu dari total 29 juta penduduk miskin pada tahun 2012. Rendahnya keterjangkauan masyarakat atas layanan lembaga keuangan juga dihadapi Pakistan pada tahun 2008. Pada 2008 jumlah penduduk dewasa (lebih dari 15 tahun) Pakistan mencapai 120 juta jiwa di mana sebanyak 60 persen tinggal di pedesaan dan 40 persen tinggal di perkotaan. Sementara jumlah kantor cabang bank mencapai 11.000 di mana 30 persen di pedesaan dan 70 persen di perkotaan.

Konsep inti pemasaran akan membantu perusahaan mencapai beberapa marketing objectives: growth; customer statisfaction; customer value; dan profit.Kebebasan pemasar dalam menentukan target pasarnya secara langsung maupun tidak dipengaruhi oleh management orientation. Management orientation terdiri dari ethnocentric orientation (perusahaan domestik), polycentric orientation (orientasi pada beberapa negara dan bersifat multinasional), dan regiocentric or geocentric orientation (orientasi pada lingkup regional/kawasan). Orientasi manajemen yang luas (polycentric, regiocentric) akhirnya menjadi kekuatan pendorong terciptanya global marketing, selain karena faktor teknologi (Information Communication and Technology); visa dan fiskal.

Pemasaran global secara sederhana merupakan kegiatan perusahaan dalam menciptakan superior customer value dalam lingkup global. Perusahaan yang melakukan pemasaran global tentunya harus memperhatikan beberapa hal tambahan yang bersifat krusial dalam lingkup global. Hal tambahan tersebut berupa lingkungan ekonomi global, perbedaan budaya, ketentuan hukum internasional, global market entry strategies: licensing, investment, and strategic alliance, global strategic partnerships, penciptaan produk (Ansoff’s Product), pembentukan harga, sistem saluran distribusi, promosi, dan lain-lain.

Setiap perusahaan (jasa maupun manufaktur) dituntut untuk melakukan aktivitas pemasaran agar produk yang dihasilkannya dapat dikonsumsi oleh pembeli potensial.Pemasaran merupakan suatu aktivitas yang mampu menembus “ruang dan waktu.” Setiap perusahaan memiliki kebebasan untuk memasarkan produknya ke seluruh penjuru dunia sesuai dengan segmen pasar yang dibidiknya.

pengawasan bank yang selama ini dilakukan Bank Indonesia akan segera beralih ke lembaga khusus pengawasan institusi keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mulai 2014. Inilah awal masa transisi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank Indonesia diwajibkan menugaskan pegawai dari bagian fungsi pengawasan bank untuk pindah ke OJK dalam jangka waktu tiga tahun. Tepatnya, mulai 31 Desember 2013 sampai 31 Desember 2016. Selama rentang waktu itu, para pegawai Bank Indonesia yang ditempatkan di OJK mendapat kesempatan memilih akan tetap menjadi pegawai Bank Indonesia atau beralih ke OJK. Batas waktu penentuan pilihan adalah 31 Desember 2015. Terkait dengan semua proses transisi fungsi pengawasan perbankan ini, sosialisasi terus dipergencar. Anjangsana telah dilakukan oleh tim Task Force OJK, yang merupakan gabungan dari tim Bank Indonesia dan OJK, bersama gugus tugas OJK, ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Medan. Humas kedua instansi terlibat pula. Sosialisasi bertujuan menyamakan persepsi tentang proses yang secara paralel berjalan di Bank Indonesia dan OJK. Harapannya, proses transisi tak mengganggu sistem kerja perbankan maupun lembaga keuangan.

Terdapat 100 negara telah mengadopsi branchless banking untuk memperluas jangkauan layanan keuangan. Tiga model di atas menjadi pilihan yang tersedia. Bank Indonesia telah pula mengembangkan branchless banking di Indonesia. Uji coba dijalankan dengan menggandeng perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Apa pun cara yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai adalah memperluas akses layanan keuangan di masyarakat.

Sumber :
www.bi.go.id/.../cf3d872a5bab4fda86ada4428bf51162FINALGIJUNI2014.pdf
www.tempokini.com/2014/11/4964/