Branchless Banking
Branchless banking adalah jaringan distribusi
yang digunakan untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang
bank melalui teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien,
dan dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Branchless banking menjadi sebuah
solusi yang sangat bermanfaat untuk masyarakat agar yang tinggal di daerah
pelosok, atau dipedalaman dengan kondisi geografis. Di Indonesia, banyak daerah
yang sulit diakses dengan kendaraan. Tak sedikit masyarakat yang harus menempuh
perjalanan selama beberapa jam atau berhari-hari, untuk mendatangi kantor
cabang sebuah bank. Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi
perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor
cabang bank. Munculnya
branchless banking memungkinkan
jasa pelayanan bank dilakukan oleh semacam agen, walau masih terbatas pada
penghimpunan dana dan sistem pembayaran.
Dalam
pelayanan bank tanpa cabang atau Branchless banking menurut Ketua Supervisi
Bank Indonesia Umar Juoro menguraikan 68% penduduk Indonesia sebenarnya suka
menabung. Namun, hanya 50% dari jumlah itu yang menyimpan dananya di institusi
formal dan 18% di institusi tak formal. Dari jumlah itu, 47% menggunakan bank
dan 3% menyimpan di lembaga keuangan lain. Dari yang menyimpan di bank, hanya
41% yang menggunakan rekening sendiri. Umar mengutip data World Bank menambahkan di sisi pinjaman baru 60% warga yang
meminjam. Namun, 43% meminjam di lembaga informal dan hanya 17% meminjam di
bank.
Teknologi
untuk branchless banking mudah sekali dan bisa digunakan oleh orang awam.
Peluang pasarnya begitu sangat besar, karena layanan perbankan seperti inilah
yang dibutuhkan masyarakat yang berada di pelosok. Secara teknis, Branchless
Banking dengan menggunakan Teknologi mobile dan keberadaan agen Branchless
banking merupakan kombinasi antara agent banking dan mobile banking. Agent
banking adalah kegiatan usaha non-bank, termasuk agen keliling, atau warung dan
toko yang membantu bank memberikan layanan perbankan. Sedangkan mobile banking
adalah akses layanan perbankan melalui telepon seluler (ponsel).
Masyarakat yang menggunakan branchless banking dapat
memanfaatkan teknologi perangkat mobile, dimulai dari ponsel fitur. Komponen
penting lainnya adalah seorang agen. Jika ia seorang agen keliling, ia
diharuskan pro aktif melakukan “jemput bola” ke rumah masyarakat untuk membantu
membuka rekening, transfer dana, setor ataupun tarik tabungan. Agen kemudian
menyetor uang ke master agen, atau langsung ke kantor cabang bank yang lokasi
berada jauh dari pemukiman warga. Namun, di sisi lain, agen juga termasuk salah
satu risiko besar dalam branchless banking karena mereka harus membangun
kepercayaan kepada nasabah. Dalam branchless banking terdapat suatu tingkat persaingan yang sangat tinggi di tanah air, maka
bank komersial, terutama yang melayani segmen ritel, belakangan mulai terdorong
untuk melakukan inovasi, baik secara kanal layanan (misalnya melalui ekspansi
jaringan ATM/EDC/Internet Banking/Mobile Banking), produk (emoney/cash card)
maupun layanan nasabah (inovasi dari cabang). Namun satu yang patut dicatat
adalah bentuk inovasi yang terjadi masih merupakan inovasi berbasis kapabilitas
yang dimiliki (sustaining innovation), dan masih sangat jarang diamati
adanya inovasi radikal model bisnis.
Tujuan branchless banking adalah mendorong transaksi keuangan
yang lebih aman, dan mencegah money
laundering.
"Target akhirnya adalah perluasan akses dalam layanan keuangan”. Mengimplementasikan
layanan branchless banking adalah masih rendahnya akses masyarakat terhadap
layanan jasa keuangan formal. Indonesia, bila dibanding negara sekawasan, memiliki
persentase akses layanan jasa keuangan yang rendah.
Kerugian pada
penerapan branchless banking, keamanan dalam mengakses akun
bank nasabah, yang bilamana melalui komputer
atau smartphone sudah mungkin
tidak aman; selalu ada potensi virus atau spyware
yang hadir pada komputer dan mengunjungi bank fisik menjadi mesti
dalam beberapa tindakan perbankan, seperti untuk membuka
rekening, atau untuk menempatkan sesuatu
dalam brankas. Jika bank tidak memiliki lokasi terdekat
karena difokuskan pada branchless banking, ada kemungkinan para nasabah malah beralih ke bank yang
berbeda.
Layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan di negara-negara berkembang
hanya dapat menjangkau sebagian kecil warga negara sehingga berbagai otoritas
keuangan menggalakkan program inklusi finansial. Masyarakat bawah enggan
berhubungan dengan bank misalnya karena mereka sudah membayangkan mahalnya
berurusan dengan bank. Sementara bank juga menilai melayani masyarakat bawah
membutuhkan biaya yang lebih besar. Namun lembaga keuangan memegang peran
penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sehingga
upaya menjangkau masyarakat bawah tetap harus dilakukan. Bahkan lembaga
Konsultan Economic Develoment Service (EDS) menilai lembaga keuangan berperan
dalam upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia.
Inisiatif
yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan
sudah sesuai dengan upaya mengurangi kemiskinan. Inisiatif itu antara lain
program pendidikan keuangan (Ayo ke Bank), promosi produk tabungan dengan biaya
rendah (Tabunganku), peningkatan kapasitas bank pembiayaan/perkreditan rakyat,
program kemitraan, penyusunan database UKM, proyek percontohan dan panduan
pelaksanaan "branchless banking" (bank tanpa kantor cabang".
Berdasarkan data Kemensos pada Februari 2013, jumlah penduduk miskin di
Indonesia sudah berkurang 540 ribu dari total 29 juta penduduk miskin pada
tahun 2012. Rendahnya keterjangkauan masyarakat atas layanan lembaga keuangan
juga dihadapi Pakistan pada tahun 2008. Pada 2008 jumlah penduduk dewasa (lebih
dari 15 tahun) Pakistan mencapai 120 juta jiwa di mana sebanyak 60 persen
tinggal di pedesaan dan 40 persen tinggal di perkotaan. Sementara jumlah kantor
cabang bank mencapai 11.000 di mana 30 persen di pedesaan dan 70 persen di
perkotaan.
Konsep
inti pemasaran akan membantu perusahaan mencapai beberapa marketing objectives:
growth; customer statisfaction; customer value; dan profit.Kebebasan pemasar
dalam menentukan target pasarnya secara langsung maupun tidak dipengaruhi oleh
management orientation. Management orientation terdiri dari ethnocentric
orientation (perusahaan domestik), polycentric orientation (orientasi pada
beberapa negara dan bersifat multinasional), dan regiocentric or geocentric
orientation (orientasi pada lingkup regional/kawasan). Orientasi manajemen yang
luas (polycentric, regiocentric) akhirnya menjadi kekuatan pendorong
terciptanya global marketing, selain karena faktor teknologi (Information
Communication and Technology); visa dan fiskal.
Pemasaran
global secara sederhana merupakan kegiatan perusahaan dalam menciptakan
superior customer value dalam lingkup global. Perusahaan yang melakukan
pemasaran global tentunya harus memperhatikan beberapa hal tambahan yang bersifat
krusial dalam lingkup global. Hal tambahan tersebut berupa lingkungan ekonomi
global, perbedaan budaya, ketentuan hukum internasional, global market entry
strategies: licensing, investment, and strategic alliance, global strategic
partnerships, penciptaan produk (Ansoff’s Product), pembentukan harga, sistem saluran
distribusi, promosi, dan lain-lain.
Setiap
perusahaan (jasa maupun manufaktur) dituntut untuk melakukan aktivitas
pemasaran agar produk yang dihasilkannya dapat dikonsumsi oleh pembeli
potensial.Pemasaran merupakan suatu aktivitas yang mampu menembus “ruang dan
waktu.” Setiap perusahaan memiliki kebebasan untuk memasarkan produknya ke
seluruh penjuru dunia sesuai dengan segmen pasar yang dibidiknya.
pengawasan
bank yang selama ini dilakukan Bank Indonesia akan segera beralih ke lembaga
khusus pengawasan institusi keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mulai
2014. Inilah awal masa transisi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang OJK, Bank Indonesia diwajibkan menugaskan pegawai dari bagian fungsi
pengawasan bank untuk pindah ke OJK dalam jangka waktu tiga tahun. Tepatnya,
mulai 31 Desember 2013 sampai 31 Desember 2016.
Selama rentang waktu itu, para pegawai Bank Indonesia yang ditempatkan di OJK
mendapat kesempatan memilih akan tetap menjadi pegawai Bank Indonesia atau
beralih ke OJK. Batas waktu penentuan pilihan adalah 31 Desember 2015. Terkait
dengan semua proses transisi fungsi pengawasan perbankan ini, sosialisasi terus
dipergencar. Anjangsana telah dilakukan oleh tim Task Force OJK, yang merupakan
gabungan dari tim Bank Indonesia dan OJK, bersama gugus tugas OJK, ke Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di Semarang, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Medan.
Humas kedua instansi terlibat pula. Sosialisasi bertujuan menyamakan persepsi
tentang proses yang secara paralel berjalan di Bank Indonesia dan OJK.
Harapannya, proses transisi tak mengganggu sistem kerja perbankan maupun
lembaga keuangan.
Terdapat
100 negara telah mengadopsi branchless banking untuk memperluas jangkauan
layanan keuangan. Tiga model di atas menjadi pilihan yang tersedia. Bank
Indonesia telah pula mengembangkan branchless banking di Indonesia. Uji coba
dijalankan dengan menggandeng perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Apa pun
cara yang dipilih, tujuan yang ingin dicapai adalah memperluas akses layanan
keuangan di masyarakat.
Sumber :
www.bi.go.id/.../cf3d872a5bab4fda86ada4428bf51162FINALGIJUNI2014.pdf
www.tempokini.com/2014/11/4964/