TUGAS 3 : Analisis Jurnal " SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR
DALAM MENDETEKSI KECURANGAN ”
Ringkasan Jurnal :
Judul : Skeptisme
profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan
Penulis : Suzy Noviyanti
Universitas : Universitas Kristen Satya Wacana
No Jurnal : Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Indonesia, Juni 2008,Vol. 5, No. I, hal. 102-125
Abstract
Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind
and a critical assessment of audit evidence. Auditors should maintain a certain
level of professional skepticism in detecting financial statement fraud since
the perpetrators conceal the resulting irregularities. Two experiments were
conducted. First, a 3x3 between subjects experiment design was conducted to
investigate how fraud risk assessment affects the level of professional
skepticism on different levels of trust in auditor-client relationship.
Participants were randomly assigned to one of nine conditions. Second, a within
subject experiment design was conducted to examine the effect of personality
type un professional skepticism. A total of 118 junior, senior and supervisor
auditors from public accounting firm participated in the experiment. The
results of Analysis of Variance (ANOVA) suggest that auditors with
identification based trust in the high fraud risk assessment group were more
skeptical than in the low fraud risk assessment group. While the auditors with
calculus based trust showed no differences in skepticism between the high group
and the low fraud risk assessment group. Auditors with ST (Sensing-Thinking)
and NT (Intuitive-Thinking) types o f personality were more skeptical than
other types.
Keywords: Professional Skepticism, Trust, Fraud
Risk Assessment
PENDAHULUAN
Seorang auditor
dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar
mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus
disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar professional akuntan
publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup
pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis
terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis,
tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan
pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang
dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan
menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk
menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan
biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya. Kegagalan auditor dalam mendeteksi
kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan
akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco
yang terjadi di Amerika Serikat; selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah
Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah
kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley et al. (2001) yang
didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC
selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu
penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat
skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus
kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena
auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme professional yang memadai dan ini
merupakan urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi
(Beasley et al. 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme professional dapat
menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain
merugikan kantor
akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan
publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di
pasar modal. Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan
interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini
akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien.
Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap
skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis
mengenai hubungan antara faktor trust dengan sikap skeptisme profesional
auditor. Model ini belum diuji secara empiris, dan sampai saat ini masih
sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan antara kepercayaan dan
skeptisme profesional. Penelitian sebelumnya dari Payne dan Ramsay (2005)
membuktikan bahwa skeptisme profesional dipengaruhi oleh fraud risk
assessment (penaksiran risiko kecurangan) yang diberikan oleh atasan
auditor (auditor in charge) sebagai pedoman dalam melakukan audit di
lapangan. Auditor yang diberi penaksiran
risiko kecurangan yang rendah menjadi kurang skeptis dibandingkan dengan
auditor yang tidak mempunyai pengetahuan tentang risiko kecurangan (kelompok
kontrol), sedangkan auditor pada kelompok kontrol kurang skeptis dibandingkan
dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Penelitian
dengan hasil senada juga dilakukan oleh Rose dan Rose (2003). Standar
profesioral menghendaki agar auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja
bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi juga tidak boleh mengasumsikan bahwa
manajemen sepenuhnya jujur (IAI 2000). Jadi auditor diminta agar tidak memiliki
tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kliennya. Tetapi dalam
praktiknya, seorang auditor seringkali menghadapi konflik sehubungan dengan
tingkat kepercayaannya terhadap klien. Penelitian ini bertujuan untuk
menginvestigasi pengaruh interaksi dari kepercayaan dan penaksiran risiko
kecurangan terhadap skeptisme profesional auditor, apakah auditor yang mempunyai
tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap klien, manajemen dan staf klien, dapat
mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya jika diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi. Selain itu juga ingin diketahui apakah auditor yang
mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah jika diberi penaksiran risiko kecurangan
yang rendah akan menurunkan skeptisme profesionalnya. Tipe kepribadian
seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Lykken et
al. (1993) dalam Petty et al. (1997) mengakui bahwa
sikap mempunyai
dasar genetik. Dengan kata lain perbedaan karakteristik individual yang mengacu
pada faktor-faktor yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi sikap
seseorang. Tesser (1993) dalam Petty et al. (1997) menyatakan bahwa sikap yang
mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang
tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian
individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme
profesionalnya. Sampai saat ini penelitian mengenai pengaruh faktor tipe kepribadian
terhadap skeptisme profesional belum banyak ditemukan. Penelitian ini juga
bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara tipe kepribadian auditor dengan
skeptisme profesional sehingga dapat diketahui apakah auditor dengan tipe kepribadian
kombinasi Sensing-Thinking (ST) dan Intuitive-Thinking (NT) lebih
skeptis dibanding auditor dengan tipe Secara umum, penelitian ini bertujuan
untuk menginvestigasi bagaimana pengaruh dari penaksiran risiko kecurangan pada
berbagai tingkat kepercayaan auditor dan bagaimana pengaruh tipe kepribadian
terhadap skeptisme professional auditor dalam mendeteksi kecurangan. Manfaat
penelitian bagi perkembangan literatur akuntansi adalah memberikan masukan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisme professional auditor
independen. Penelitian sebelumnya dari Kopp et al. (2003) mengembangkan model
teoritis mengenai pengaruh dari faktor trust (kepercayaan) auditor
terhadap klien terhadap skeptisme profesional auditor, tetapi model ini belum
diuji secara empiris. Penelitian Payne dan Ramsay (2005) menguji pengaruh
penaksiran risiko kecurangan terhadap sikap skeptisme profesional auditor.
Sedangkan penelitian ini menginvestigasi pengaruh interaksi dari faktor tingkat
kepercayaan auditor terhadap klien dan penaksiran risiko kecurangan terhadap
skeptisme profesional auditor independen. Penelitian mengenai hal tersebut
sampai saat ini belum ditemui oleh penulis. Selain hal tersebut, penelitian ini
juga menguji tipe kepribadian auditor independen terhadap sikap skeptisme
profesional dimana penelitian mengenai hal ini sampai saat ini belum ditemukan
oleh penulis. Bagi regulator, penelitian ini memberikan masukan dalam menyusun
standar dan aturan yang terkait dengan tindakan auditor dalam melakukan
penugasan audit terutama yang berhubungan dengan pendeteksian kecurangan. Bagi
pimpinan kantor akuntan publik dan auditor, dengan memahami faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi skeptisme profesional auditor, diharapkan pimpinan
kantor dapat memotivasi auditor agar meningkatkan skeptisme profesionalnya
dalam melakukan penugasan audit sehingga dapat meningkatkan kualitas audit.
Bagi para akademisi, peneliti, dan para pelatih program profesional untuk
akuntan publik, penelitian ini memberikan masukan bagi perkembangan pendidikan
akuntansi terutama di bidang auditing.
Variabel Penelitian :
Variabel yang
digunakan adalah variabel Independen dan variabel Dependen.
Variabel
Independen
Variabel
independen yang dimanipulasi dalam penelitian ini: trust (kepercayaan), fraud
risk assessment (penaksiran risiko kecurangan), dan tipe kepribadian.
Definisi trust (kepercayaan) yang digunakan dalam penelitian ini sesuai
dengan definisi Rotter (1967) dalam Shaub (1996), yaitu harapan seseorang atau
kelompok bahwa kata-kata yang dijanjikan, baik verbal maupun tertulis oleh orang
lain dapat digunakan sebagai acuan. Trust dibagi menjadi 3 tingkatan
(Lewicki dan Bunker dalam Kopp et al. 2003) yaitu: calculus-based
trust, knowledge-based trust, dan identification-based trust.
Calculus-based trust menunjukkan tingkat kepercayaan auditor yang
rendah terhadap klien, dimana trust didasarkan pada penaksiran
rasional dari biaya relatif dan manfaat dari setiap alternatif. based trust terjadi
karena auditor yang baru pertama kali mengaudit klien tersebut. Knowledge-based
trust merupakan trust yang didasarkan pada sejarah interaksi antara
individual. Pada tingkat ini, kepercayaan auditor didasarkan pada hubungan kerja
yang terjalin. Identification-based trust merupakan tingkat yang
tertinggi dari trust. Seseorang mempercayai orang lain karena ia dapat
mengidentifikasi keinginan dan intensi dari orang lain tersebut. Pada tingkat
ini kepercayaan auditor terhadap klien didasarkan pada hubungan kerja
dan hubungan di luar pekerjaannya. Fraud risk assessment (penaksiran
risiko kecurangan) yaitu penaksiran seberapa besar risiko kegagalan
auditor dalam mendeteksi terjadinya kecurangan dalam asersi manajemen.
Variabel independen fraud risk assessment (penaksiran risiko
kecurangan), dibedakan menjadi 3 tingkatan: tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan.
Pengukuran ini sesuai dengan penelitian sebelum dari Pane dan Ramsay
(2005).
Tipe kepribadian
adalah karakteristik tertentu dari individu yang menggambarkan cara-cara yang
ditempuh individu tersebut dalam bereaksi terhadap dan berinteraksi dengan
orang lain. Dalam penelitian ini tipe kepribadian diukur dengan 2 level yaitu
tipe kepribadian kombinasi ST dan NT, dan tipe kepribadian lainnya. Pengukuran
tipe kepribadian ini menggunakan test kepribadian dari Myers- Briggs yaitu Myers-Briggs
Type Indicator.
Variabel
Dependen
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah skeptisme profesional, yaitu sikap auditor
yang akan membawa pada tindakannya yang selalu menanyakan dan menaksir secara
kritis terhadap bukti audit. Berdasarkan model HEP (Hurtt, Eining, Plumlee
2003), variabel skeptisme profesional diukur dengan enam karakteristik sebagai
indikatornya. Tiga karakteristik yang pertama terkait dengan pengujian bukti
audit meliputi: (1) o questioning mind, (2) the suspension o f
judgment, (3) a search fo r knowledge. Karakteristik keempat
terkait dengan pemahaman bukti audit yaitu (4) interpersonal understanding. Dua
karakteristik berikutnya terkait dengan
inisiatif
seseorang untuk bersikap skeptis berdasarkan bukti yang diperolehnya yaitu (5) self-confidence,
dan (6) self-determination. Skeptisme profesional diukur dengan
skala Likert 6 point yang menggambarkan jawaban subyek terhadap
pertanyaan yang terkait dengan keenam karakterisitik sikap skeptisme
profesional, mulai dari ’’sangat setuju” (1) sampai dengan ’’sangat tidak
setuju” (6).
Metodologi Penelitian :
Desain
Penelitian
Studi ini
merupakan studi eksplanasi yang berkaitan dengan pengujian hipotesis dan
dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu, atau
menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau
lebih faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur yaitu dengan
menggunakan desain eksperimen laboratorium.
Desain
Eksperimen
Penelitian ini
menggunakan 2 macam eksperimen. Eksperimen pertama digunakan untuk mendukung
pengujian terhadap hipotesis 1. Sedangkan eksperimen kedua digunakan untuk
mendukung pengujian terhadap hipotesis 2. Manipulasi terhadap variabel
independen secara sederhana dilakukan dengan membuat tingkatan yang berbeda
pada variabel independen untuk menilai bagaimana dampak dari tiaptiap tingkatan
tersebut terhadap variabel dependen, sehingga dengan melakukan manipulasi maka
tingkat pengaruh kausal dapat dibuktikan (Sekarang 2000).
Eksperimen
pertama mempunyai desain faktorial between subject (antar subyek) 3 x 3
, dengan variabel independen: kepercayaan (calculus-based trust, knowledge
based trust, dan identification based trust), dan penaksiran risiko kecurangan
(tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan) dan variabel dependen skeptisme
profesional. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan
eksperimental antar subyek) akan menghasilkan 9 kelompok subyek. Pada
eksperimen kedua, semua subyek mendapat treatment yang sama. Variabel
independennya adalah tipe kepribadian (tipe kepribadian ST dan NT, dan tipe
kepribadian lainnya). Variabel dependennya adalah sikap skeptisme professional auditor.
Subyek
Eksperimen
Berdasarkan
pengamatan awal peneliti, jenjang jabatan auditor di Indonesia dibagi menjadi: managing
partner, partner, manager, supervisor, senior, dan junior. Sikap skeptisme
profesional yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap skeptisme auditor
dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Oleh karena itu yang menjadi
subyek dalam penelitian ini adalah auditor yang bertugas di lapangan yang
berhadapan langsung dengan bukti audit, yaitu auditor yunior, auditor senior dan
supervisor auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta. Kegiatan eksperimen
diikuti oleh 118 auditor, tetapi hasil eksperimen yang dapat digunakan adalah
110 karena 8 diantaranya gagal dalam test manipulasi.
Hasil Penelitian :
Menunjukkan
rata-rata skeptisme profesional auditor pada berbagai level kepercayaan (identification,
knowledge, dan calculus based trust) dan pada berbagai level penaksiran
risiko kecurangan (tinggi, renuah, dan tanpa pemberitahuan). Untuk menguji
perbedaan rata-rata skeptisme profesional auditor tersebut digunakan uji
statistik 3 x 3 ANOVA dengan program SPSS. Karena ada lebih dari satu variabel
independen maka harus ada homogeneity o f variance dalam cell yang
dibentuk oleh variabel independen tersebut. SPSS melakukan pengujian ini
melalui Levene’s test dengan hasil nilai F sebesar 1,018 dan tidak
signifikan (p>0,05). Artinya hipotesis nol tidak dapat ditolak, error
variance dari variabel skeptisme profesional antar grup adalah sama, dan
asumsi ANOVA terpenuhi. risiko kecurangan. Hasil pengujian juga menunjukkan ada
interaksi antara tingkat kepercayaan auditor dengan penaksiran risiko
kecurangan (p<0,05). Untuk melihat perbedaan skeptisme profesional auditor pada
berbagai kondisi interaksi dilakukan perbandingan rata-rata skeptisme
profesional dari 9 kelompok subyek yang terbentuk dari desain eksperimen (tabel
1), pengujian dilakukan dengan one way ANOVA. menunjukkan hasil uji ANOVA,
variabel trust (p=0,000) dan penaksiran risiko kecurangan (p=0,000)
signifikan pada 0,05. Jadi ada perbedaan skeptisme profesional pada berbagai
level kepercayaan dan pada berbagai level Perbedaan skeptisme profesional dari
tiap kelompok subyek, auditor dengan identification based trust yang
diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi secara signifikan lebih skeptis
dibandingkan dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan
(p=0,045), juga secara signifkan lebih skeptic dibandingkan dengan auditor yang
diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah (p=0,000). Hasil ini mendukung
hipotesis 1.
Analisis Jurnal :
Penelitian ini
berusaha untuk menjelaskan teori disonansi kognitif dari Festinger yang terjadi
dalam setting auditing yang dapat mempengaruhi sikap skeptisme
profesional auditor. Untuk itu dilakukan pengujian empiris dengan melihat
pengaruh penaksiran risiko kecurangan pada auditor yang memiliki berbagai tingkat
kepercayaan terhadap klien terhadap sikap skeptisme profesional auditor. Selain
itu juga diuji apakah tipe kepribadian auditor akan mempengaruhi sikap skeptismenya.
Terdapat 2 temuan dalam penelitian ini: Pertama, terdapat dukungan data yang
signifikan secara statistik untuk hipotesis 1, yang menyatakan bahwa auditor dengan
tingkat kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust) jika
diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional
yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa ketika
mengalami disonansi kognitif auditor memilih bersikap sesuai dengan petunjuk
dari atasannya. Oleh karena itu auditor yang diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi
penaksiran
risiko kecurangan dan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang
rendah. Sedangkan auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based
trust) meskipun diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan
menunjukkan skeptisme profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang tidak
diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi. Dengan kata lain, pada saat auditor tidak mengalami disonansi
kognitif, tinggi rendahnya tingkat penaksiran risiko kecurangan tidak mempengaruhi
skeptismenya. Auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptisnya sesuai dengan
norma dan tingkat kepercayaannya terhadap klien. Kedua, terdapat dukungan data
yang signifikan secara statistik untuk hipotesis 2 yang mengatakan bahwa tipe
kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Hasil temuan
dalam penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya literatur akuntansi
keperilakuan dengan membuktikan adanya
Noviyanti,
Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan 123 disonansi
kognitif dalam setting auditing dan membuktikan adanya pengaruh karakteristik
personal yaitu tipe kepribadian terhadap sikap seseorang. Temuan ini juga
memberikan kontribusi bagi praktisi terutama bagi pimpinan kantor akuntan publik
untuk meningkatkan kualitas audit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar