Selasa, 02 Desember 2014

JURNAL TENTANG KECURANGAN


TUGAS 3 : Analisis Jurnal " SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR DALAM  MENDETEKSI KECURANGAN

Ringkasan Jurnal :

Judul               : Skeptisme profesional auditor dalam mendeteksi kecurangan
Penulis            Suzy Noviyanti
Universitas     Universitas Kristen Satya Wacana
No Jurnal        Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2008,Vol. 5, No. I, hal. 102-125

Abstract

Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence. Auditors should maintain a certain level of professional skepticism in detecting financial statement fraud since the perpetrators conceal the resulting irregularities. Two experiments were conducted. First, a 3x3 between subjects experiment design was conducted to investigate how fraud risk assessment affects the level of professional skepticism on different levels of trust in auditor-client relationship. Participants were randomly assigned to one of nine conditions. Second, a within subject experiment design was conducted to examine the effect of personality type un professional skepticism. A total of 118 junior, senior and supervisor auditors from public accounting firm participated in the experiment. The results of Analysis of Variance (ANOVA) suggest that auditors with identification based trust in the high fraud risk assessment group were more skeptical than in the low fraud risk assessment group. While the auditors with calculus based trust showed no differences in skepticism between the high group and the low fraud risk assessment group. Auditors with ST (Sensing-Thinking) and NT (Intuitive-Thinking) types o f personality were more skeptical than other types.

Keywords: Professional Skepticism, Trust, Fraud Risk Assessment
PENDAHULUAN

Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar professional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox, Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco yang terjadi di Amerika Serikat; selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley et al. (2001) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme professional yang memadai dan ini merupakan urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi (Beasley et al. 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme professional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain
merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal. Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien. Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis mengenai hubungan antara faktor trust dengan sikap skeptisme profesional auditor. Model ini belum diuji secara empiris, dan sampai saat ini masih sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan antara kepercayaan dan skeptisme profesional. Penelitian sebelumnya dari Payne dan Ramsay (2005) membuktikan bahwa skeptisme profesional dipengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) yang diberikan oleh atasan auditor (auditor in charge) sebagai pedoman dalam melakukan audit di lapangan. Auditor  yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah menjadi kurang skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak mempunyai pengetahuan tentang risiko kecurangan (kelompok kontrol), sedangkan auditor pada kelompok kontrol kurang skeptis dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Penelitian dengan hasil senada juga dilakukan oleh Rose dan Rose (2003). Standar profesioral menghendaki agar auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya jujur (IAI 2000). Jadi auditor diminta agar tidak memiliki tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kliennya. Tetapi dalam praktiknya, seorang auditor seringkali menghadapi konflik sehubungan dengan tingkat kepercayaannya terhadap klien. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh interaksi dari kepercayaan dan penaksiran risiko kecurangan terhadap skeptisme profesional auditor, apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap klien, manajemen dan staf klien, dapat mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Selain itu juga ingin diketahui apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menurunkan skeptisme profesionalnya. Tipe kepribadian seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Lykken et al. (1993) dalam Petty et al. (1997) mengakui bahwa
sikap mempunyai dasar genetik. Dengan kata lain perbedaan karakteristik individual yang mengacu pada faktor-faktor yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang. Tesser (1993) dalam Petty et al. (1997) menyatakan bahwa sikap yang mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Sampai saat ini penelitian mengenai pengaruh faktor tipe kepribadian terhadap skeptisme profesional belum banyak ditemukan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara tipe kepribadian auditor dengan skeptisme profesional sehingga dapat diketahui apakah auditor dengan tipe kepribadian kombinasi Sensing-Thinking (ST) dan Intuitive-Thinking (NT) lebih skeptis dibanding auditor dengan tipe Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana pengaruh dari penaksiran risiko kecurangan pada berbagai tingkat kepercayaan auditor dan bagaimana pengaruh tipe kepribadian terhadap skeptisme professional auditor dalam mendeteksi kecurangan. Manfaat penelitian bagi perkembangan literatur akuntansi adalah memberikan masukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi skeptisme professional auditor independen. Penelitian sebelumnya dari Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis mengenai pengaruh dari faktor trust (kepercayaan) auditor terhadap klien terhadap skeptisme profesional auditor, tetapi model ini belum diuji secara empiris. Penelitian Payne dan Ramsay (2005) menguji pengaruh penaksiran risiko kecurangan terhadap sikap skeptisme profesional auditor. Sedangkan penelitian ini menginvestigasi pengaruh interaksi dari faktor tingkat kepercayaan auditor terhadap klien dan penaksiran risiko kecurangan terhadap skeptisme profesional auditor independen. Penelitian mengenai hal tersebut sampai saat ini belum ditemui oleh penulis. Selain hal tersebut, penelitian ini juga menguji tipe kepribadian auditor independen terhadap sikap skeptisme profesional dimana penelitian mengenai hal ini sampai saat ini belum ditemukan oleh penulis. Bagi regulator, penelitian ini memberikan masukan dalam menyusun standar dan aturan yang terkait dengan tindakan auditor dalam melakukan penugasan audit terutama yang berhubungan dengan pendeteksian kecurangan. Bagi pimpinan kantor akuntan publik dan auditor, dengan memahami faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi skeptisme profesional auditor, diharapkan pimpinan kantor dapat memotivasi auditor agar meningkatkan skeptisme profesionalnya dalam melakukan penugasan audit sehingga dapat meningkatkan kualitas audit. Bagi para akademisi, peneliti, dan para pelatih program profesional untuk akuntan publik, penelitian ini memberikan masukan bagi perkembangan pendidikan akuntansi terutama di bidang auditing.

Variabel Penelitian :
Variabel yang digunakan adalah variabel Independen dan variabel Dependen.
Variabel Independen
Variabel independen yang dimanipulasi dalam penelitian ini: trust (kepercayaan), fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan), dan tipe kepribadian. Definisi trust (kepercayaan) yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan definisi Rotter (1967) dalam Shaub (1996), yaitu harapan seseorang atau kelompok bahwa kata-kata yang dijanjikan, baik verbal maupun tertulis oleh orang lain dapat digunakan sebagai acuan. Trust dibagi menjadi 3 tingkatan (Lewicki dan Bunker dalam Kopp et al. 2003) yaitu: calculus-based trust, knowledge-based trust, dan identification-based trust. Calculus-based trust menunjukkan tingkat kepercayaan auditor yang rendah terhadap klien, dimana trust didasarkan pada penaksiran rasional dari biaya relatif dan manfaat dari setiap alternatif. based trust terjadi karena auditor yang baru pertama kali mengaudit klien tersebut. Knowledge-based trust merupakan trust yang didasarkan pada sejarah interaksi antara individual. Pada tingkat ini, kepercayaan auditor didasarkan pada hubungan kerja yang terjalin. Identification-based trust merupakan tingkat yang tertinggi dari trust. Seseorang mempercayai orang lain karena ia dapat mengidentifikasi keinginan dan intensi dari orang lain tersebut. Pada tingkat ini kepercayaan auditor terhadap klien didasarkan pada hubungan kerja dan hubungan di luar pekerjaannya. Fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan) yaitu penaksiran seberapa besar risiko kegagalan auditor dalam mendeteksi terjadinya kecurangan dalam asersi manajemen. Variabel independen fraud risk assessment (penaksiran risiko kecurangan), dibedakan menjadi 3 tingkatan: tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan. Pengukuran ini sesuai dengan penelitian sebelum dari Pane dan Ramsay (2005).
Tipe kepribadian adalah karakteristik tertentu dari individu yang menggambarkan cara-cara yang ditempuh individu tersebut dalam bereaksi terhadap dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam penelitian ini tipe kepribadian diukur dengan 2 level yaitu tipe kepribadian kombinasi ST dan NT, dan tipe kepribadian lainnya. Pengukuran tipe kepribadian ini menggunakan test kepribadian dari Myers- Briggs yaitu Myers-Briggs Type Indicator.
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skeptisme profesional, yaitu sikap auditor yang akan membawa pada tindakannya yang selalu menanyakan dan menaksir secara kritis terhadap bukti audit. Berdasarkan model HEP (Hurtt, Eining, Plumlee 2003), variabel skeptisme profesional diukur dengan enam karakteristik sebagai indikatornya. Tiga karakteristik yang pertama terkait dengan pengujian bukti audit meliputi: (1) o questioning mind, (2) the suspension o f judgment, (3) a search fo r knowledge. Karakteristik keempat terkait dengan pemahaman bukti audit yaitu (4) interpersonal understanding. Dua karakteristik berikutnya terkait dengan
inisiatif seseorang untuk bersikap skeptis berdasarkan bukti yang diperolehnya yaitu (5) self-confidence, dan (6) self-determination. Skeptisme profesional diukur dengan skala Likert 6 point yang menggambarkan jawaban subyek terhadap pertanyaan yang terkait dengan keenam karakterisitik sikap skeptisme profesional, mulai dari ’’sangat setuju” (1) sampai dengan ’’sangat tidak setuju” (6).

Metodologi Penelitian :
Desain Penelitian
Studi ini merupakan studi eksplanasi yang berkaitan dengan pengujian hipotesis dan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau lebih faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur yaitu dengan menggunakan desain eksperimen laboratorium.
Desain Eksperimen
Penelitian ini menggunakan 2 macam eksperimen. Eksperimen pertama digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 1. Sedangkan eksperimen kedua digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 2. Manipulasi terhadap variabel independen secara sederhana dilakukan dengan membuat tingkatan yang berbeda pada variabel independen untuk menilai bagaimana dampak dari tiaptiap tingkatan tersebut terhadap variabel dependen, sehingga dengan melakukan manipulasi maka tingkat pengaruh kausal dapat dibuktikan (Sekarang 2000).
Eksperimen pertama mempunyai desain faktorial between subject (antar subyek) 3 x 3 , dengan variabel independen: kepercayaan (calculus-based trust, knowledge based trust, dan identification based trust), dan penaksiran risiko kecurangan (tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan) dan variabel dependen skeptisme profesional. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan eksperimental antar subyek) akan menghasilkan 9 kelompok subyek. Pada eksperimen kedua, semua subyek mendapat treatment yang sama. Variabel independennya adalah tipe kepribadian (tipe kepribadian ST dan NT, dan tipe kepribadian lainnya). Variabel dependennya adalah sikap skeptisme professional auditor.
Subyek Eksperimen
Berdasarkan pengamatan awal peneliti, jenjang jabatan auditor di Indonesia dibagi menjadi: managing partner, partner, manager, supervisor, senior, dan junior. Sikap skeptisme profesional yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap skeptisme auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Oleh karena itu yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah auditor yang bertugas di lapangan yang berhadapan langsung dengan bukti audit, yaitu auditor yunior, auditor senior dan supervisor auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di Jakarta. Kegiatan eksperimen diikuti oleh 118 auditor, tetapi hasil eksperimen yang dapat digunakan adalah 110 karena 8 diantaranya gagal dalam test manipulasi.

Hasil Penelitian :
Menunjukkan rata-rata skeptisme profesional auditor pada berbagai level kepercayaan (identification, knowledge, dan calculus based trust) dan pada berbagai level penaksiran risiko kecurangan (tinggi, renuah, dan tanpa pemberitahuan). Untuk menguji perbedaan rata-rata skeptisme profesional auditor tersebut digunakan uji statistik 3 x 3 ANOVA dengan program SPSS. Karena ada lebih dari satu variabel independen maka harus ada homogeneity o f variance dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen tersebut. SPSS melakukan pengujian ini melalui Levene’s test dengan hasil nilai F sebesar 1,018 dan tidak signifikan (p>0,05). Artinya hipotesis nol tidak dapat ditolak, error variance dari variabel skeptisme profesional antar grup adalah sama, dan asumsi ANOVA terpenuhi. risiko kecurangan. Hasil pengujian juga menunjukkan ada interaksi antara tingkat kepercayaan auditor dengan penaksiran risiko kecurangan (p<0,05). Untuk melihat perbedaan skeptisme profesional auditor pada berbagai kondisi interaksi dilakukan perbandingan rata-rata skeptisme profesional dari 9 kelompok subyek yang terbentuk dari desain eksperimen (tabel 1), pengujian dilakukan dengan one way ANOVA. menunjukkan hasil uji ANOVA, variabel trust (p=0,000) dan penaksiran risiko kecurangan (p=0,000) signifikan pada 0,05. Jadi ada perbedaan skeptisme profesional pada berbagai level kepercayaan dan pada berbagai level Perbedaan skeptisme profesional dari tiap kelompok subyek, auditor dengan identification based trust yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi secara signifikan lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan (p=0,045), juga secara signifkan lebih skeptic dibandingkan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah (p=0,000). Hasil ini mendukung hipotesis 1.
Analisis Jurnal :
Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan teori disonansi kognitif dari Festinger yang terjadi dalam setting auditing yang dapat mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Untuk itu dilakukan pengujian empiris dengan melihat pengaruh penaksiran risiko kecurangan pada auditor yang memiliki berbagai tingkat kepercayaan terhadap klien terhadap sikap skeptisme profesional auditor. Selain itu juga diuji apakah tipe kepribadian auditor akan mempengaruhi sikap skeptismenya. Terdapat 2 temuan dalam penelitian ini: Pertama, terdapat dukungan data yang signifikan secara statistik untuk hipotesis 1, yang menyatakan bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust) jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa ketika mengalami disonansi kognitif auditor memilih bersikap sesuai dengan petunjuk dari atasannya. Oleh karena itu auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi
penaksiran risiko kecurangan dan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah. Sedangkan auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based trust) meskipun diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menunjukkan skeptisme profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Dengan kata lain, pada saat auditor tidak mengalami disonansi kognitif, tinggi rendahnya tingkat penaksiran risiko kecurangan tidak mempengaruhi skeptismenya. Auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptisnya sesuai dengan norma dan tingkat kepercayaannya terhadap klien. Kedua, terdapat dukungan data yang signifikan secara statistik untuk hipotesis 2 yang mengatakan bahwa tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Hasil temuan dalam penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya literatur akuntansi keperilakuan dengan membuktikan adanya
Noviyanti, Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan 123 disonansi kognitif dalam setting auditing dan membuktikan adanya pengaruh karakteristik personal yaitu tipe kepribadian terhadap sikap seseorang. Temuan ini juga memberikan kontribusi bagi praktisi terutama bagi pimpinan kantor akuntan publik untuk meningkatkan kualitas audit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar