Selasa, 02 Desember 2014

OPINI TENTANG JOB SEEKER VS JOB CREATOR


OPINI TENTANG JOB SEEKER VS JOB CREATOR

Pemerhati kewirausahaan menyatakan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator). Hal ini disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini, yang umumnya lebih terfokus pada ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, dan memarginalkan kesiapan untuk menciptakan pekerjaan.
Mengingat kondisi sosial ekonomi sedang lemah serta sulitnya mencari pekerjaan di sektor pemerintahan atau pegawai negeri yang membutuhkan berbagai persyaratan melalui jenjang pendidikan, maka situasi tersebut menimbulkan semakin banyak peluang bagi orang-orang untuk mencari atau membentuk usaha pribadi melalui gagasan atau ketrampilan yang dimiliki. Pembangunan sumber daya manusia perlu dilaksanakan secara menyeluruh, terarah, dan terpadu di berbagai bidang, terutama yang mencakup bidang pendidikan, latihan, serta penyediaan lapangan kerja. Salah satu usaha yang membutuhkan tantangan,ketrampilan,serta minat yang kuat tersebut adalah dengan berwirusaha.

Masih sulit mengubah mindset masyarakat dengan menjadikan wirausahawan sebagai profesi utama. Selama ini bukan profesi utama yang ingin digeluti sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar lebih memilih menjadi tentara, dokter dan profesi lainnya. Kemampuan mengembangkan potensi diri ini menjadi masalahnya. Solusi yang harus dilakukan dengah mengubah mindset para mahasiswa dari pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja. Dari job seeker menjadi job creater. Meskipun tidak mudah mengubah mindset mahasiswa untuk keluar dari zona nyaman. “Mau tidak mahasiswa merubah mindsetnya. Kadang mahasiswa itu gengsi untuk berjualan. Masalah harus ada stimulus bahwa keinginan jadi wirausahawan bukan nomer dua atau nomer tiga. Jangan sampai mahasiswa berlindung dibalik status mahasiswanya. Kalau sudah lulus harus bersaing ketat,” ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Pasundan Dr.Jaja Suteja di Kampus Unpas, Kamis (21/3/2013).

Menurutnya, untuk itu mahasiswa harus didorong punya jiwa wirausaha karena secara makroekonomi juga akan membantu pemerintah. Kedepan perguruan tinggi didorong tidak hanya menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai tapi juga dapat menciptakan lapangan kerja. Salah satunya dapat dilakukan melalui kurikulum sebagai sesuatu yang bisa mentransform mahasiswa yang kurang memiliki nilai menjadi outputnya memiliki nilai tambah melalui jiwa wirausaha. Dia mengemukakan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha di Unpas diterapkan hidden kurikulum kewirausahaan pada kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum dimana beberapa matakuliah itu melakukan praktek wirausaha. “Kurikulum berbasis wirausaha bersifat hidden kurikulum yang bisa dimasukan di setiap mata kuliah. Tidak hanya fakultas ekonomi saja tapi juga fakultas lain,” katanya.
Untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan agar para lulusan perguruan tinggi lebih menjadi pencipta lapangan kerja maka para mahasiswa diberi materi Kewirausahaan sebagai mata kuliah dimana diberikan satu minggu satu kali tatap muka. Dengan adanya mata kuliah Kewirausahaan diharap dapat merubah mindset para lulusan perguruan tinggi untuk cenderung memilih mandiri dan berusaha (job creator) daripada sebagai pencari kerja (job seeker).
Ada beberapa sebab yang melatar belakangi banyaknya penggangguran tingkat Diploma dan Perguruan Tinggi tersebur  dalam hal berwirausaha, diantaranya :
1.     Sebagaian besar para lulusan Perguruan Tinggi cenderung sebagai pencari kerja (job seeker) daripada sebagai pencipta lapangan pekerjaan (job creator).
2.     Kurang nya informasi, dukungan, motivasi dan pengetahuan tentang kewirausahaan
3.     Kurangnya informasi, dukungan dan pengetahuan dari pemerintah, keluarga dan tempat pendidikan tentang dunia kewirausahaan.
Beberapa alasan-alasan tersebut di atas menyebabkan mereka didorong untuk  menjadi pegawai negeri atau swasta setelah lulus dari Perguruan tinggi, belum ada dukungan yang maksimal baik dari keluarga, pemerintah maupun dunia Pendidikan untuk mandiri atau berwirausaha. Dengan rendahnya tingkat keinginan para lulusan terdidik (diploma dan sarjana) untuk berwirausaha, maka jumlah lapangan pekerjaan semakin sempit sedangkan  jumlah pengangguran semakin meningkat. Untuk itu perlu adanya sinergi dan dukungan  dari berbagai pihak untuk mewujudkan minat para generasi muda berwirausaha sehingga mereka dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan orang lain yangmana nantinya dapat mengurangi jumlah penggangguran terdidik di Indonesia. Diharapkan dengan adanya minat para lulusan perguruan tinggi untuk mandiri, berwirausaha maka akan meningkat pula aktivitas entrepreneurial (berwirausaha) sehingga dapat tercipta bisnis baru, peluang pekerjaan dan berkurangnya penggangguran. job creator berarti mengurangi pengangguran karena kita dapat membuka peluang kerja bagi orang lain. So, satu langkah justru bisa menjadi berkah bagi banyak pihak.

Strategi Perubahan Mindset Lulusan Perguruan Tinggi dari Job Seeker menjadi Job creator
Setiap Perguruan tinggi harus bisa melahirkan mahasiswa yang kreatif.  Pentingnya menciptalan Fleksibilitas dalam belajar di perguruan tinggi akan ikut mendorong lahirnya kreativitas dan inovasi bagi setiap lulusannya. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa secara bersama-sama dalam komunitas pendidikan sehingga diharapkan akan menciptakan mindset sebagai seorang pencipta kerja (job creator). Berikut ini adalah strategi mengubah Mindset Lulusan Perguruan Tinggi dari Job Seeker menjadi Job creator.
Perbedaan yang dapat dilihat pada saat jadi pengusaha dan  menjadi karyawan yaitu:
Pengusaha:
1. membuka lapangan pekerjaan
2. mandiri + independen
3. bebas
4. lebih kreatif dan dinamis

 
Karyawan
1. terikat waktu dan tugas
2. tidak independen
3. terkungkung dan terkekang
4. hanya jadi "pelayan" bagi atasan

Sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar